kecintaan terhadap Bahasa Indonesia
Di tengah era globalisasi ini, tentu saja hal yang perlu dipentingkan
adalah kemampuan kita akan penguasaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa
resmi. Karena sebagai bahasa pemersatu NKRI (Negara Republik Kesatuan
Indonesia), bahasa ini acapkali/seringkali kurang dianggap penting. Hal
seperti inilah yang bisa menjadi ancaman (’threat’) bagi bahasa-bahasa
daerah di Indonesia. Bagaimana kita mau menghargai bahasa lokal,
sedangkan kita saja tidak menghargai Bahasa Nasional. Di Negara ini
sendiri banyak dialek-dialek lokal yang beberapa diantaranya diadaptasi
ke dalam bahasa resmi nasional.
Penggunan bahasa Inggris pada saat ini cenderung lebih diutamakan dan
menjadi simbol ’statusisasi pendidikan’/penilaian tolak ukur dalam
pendidikan (kompetensi dan kemampuan pendidikan). Hal inilah yang
menyebabkan bahasa Indonesia tergusur.
Sampai Tahun 2013 (Era akhir Pemerintahan Presiden ke-6 RI, Susilo
Bambang Yudhoyono dalam Kabinet Indonesia Bersatu II) kita saja jarang
berbicara baik dan benar secara EYD (Ejaan yang baik dan disempurnakan).
Yang lebih miris dan memperihatinkan lagi adalah maraknya perencanaan
program dan pelaksanaan RSBI (Rintisan Sekolah Berstandar Internasional)
yang turut serta menjalankan pengunaan bahasa Inggris dalam KBM.
Seolah-olah kita lebih mendukung dalam memberikan peringkat nilai
’stigma plus’ pada kecerdasan intelektual.
Ideologi Sekolah Internasional diagung-agungkan sebagai pendidikan
bermutu. Boleh saja sekolah macam itu dibangun, akan tetapi harus
memperhatikan budaya lokal dan nilai-nilai kultural. Seharusnya Negara
Indonesia mampu mengenali potensi bahasanya untuk dijadikan sebagai
Bahasa Internasional. Jadi untuk menghemat waktu (madsud penulis adalah
untuk meningkatkan efektifitas kompetensi) kita harus mendirikan
JSIBI-Jaringan Sekolah Internasional Berbahasa Indonesia atau dalam
Bahasa Inggrisnya saya menyebut penemuan ini dengan nama INA-INTL
(Indonesian Languge International School) yang merupakan Jaringan
Pendidikan Global berbasis Bahasa Indonesia dalam Kegiatan Belajar
Mengajar (KBM). Hal ini sangat berguna dalam mengimbangi tingginya
pembangunan ‘International School’ karena tingginya tuntutan permintaan
masyarakat akan kebutuhan pendidikan tambahan yang bersifat Elite
Intelektual/Elit Cendekiawan.