Rabu, 08 Januari 2014

10 PENYEBAB DAN ALASAN MENGAPA REAL MADRID VS BARCELONA FC BERSITERU

1. Lebih dari sekedar batas geografi

Liverpool vs Everton, Arsenal vs Spurs, dan AC Milan vs Intermilan adalah pertandingan-pertandingan derby panas dan sarat emosi. Fakta ini tidak bisa dipungkiri. Walaupun tradisi dan emosi dari rivalitas mereka begitu luar biasa, namun secara fundamental, persaingan tersebut hanyalah sebatas daerah geografis. Persaingan kedua tim hanyalah karena mereka mempunyai markas yang berdekatan satu sama lain. Jadi demi menjaga gengsi dan mengukuhkan siapa yang paling hebat dalam wilayah yang sama, timbullah rivalitas. Namun, persaingan antara Barcelona dan Real Madrid melebihi batas-batas wilayah. Rivalitas mereka abadi, karena yang ikut bersitegang adalah ibu kota dengan daerah yang hendak merdeka. 2. Catalunya vs Castille
Barcelona dan Madrid merupakan dua kota terbesar di Spanyol. Hal itu saja sebenarnya sudah cukup untuk membentuk suatu rivalitas. Namun, mereka juga adalah tuan rumah dari dua daerah yang sangat berbeda baik secara kultur dan emosi. Dua kota tersebut juga menghasilkan dua ‘mahzab’ intelektual yang berbeda, dan tentu saja, berseberangan satu sama lain. Barcelona adalah Catalan, Madrid adalah Castillian. Orang-orang Catalan adalah masyarakat yang bebas, sedangkan Castille lebih seperti Keraton-nya Spanyol dan pusat pemerintahan. Perseteruan memuncak ketika Jenderal Franco, orang Madrid, yang beraliran fasisme, ingin ‘membasmi’ daerah Catalan. Jadi, ketika El Clásico digelar dan dimenangi Barcelona, ini merupakan kemenangan seluruh rakyat Catalunya dalam membebaskan diri dari tirani pusat. Jika yang menang adalah Real Madrid, berarti ini adalah kemenangan pemerintah dalam upaya menegaskan kekuasaannya.
3. “Everyone picks a side”
Pernyataan di atas adalah perseteruan ideologi, sosial, dan politik antara kebudayaan daerah yang ingin merdeka dengan pemerintah pusat yang kuat, dan tidak hanya melibatkan FC Barcelona dan Real Madrid, atau Catalunya dan Castille, tetapi juga seluruh masyarakat Spanyol. Ketika duel El Clásico berlangsung, dapat dipastikan, seluruh orang di Spanyol akan terbagi dua. El Clásico mempunyai fungsi yang ‘unik’ yaitu sebagai ‘pembatas transparan’ antara dua daerah dalam satu negara. Suporter dari klub lain, siapa pun mereka, akan memilih salah satu di antara Barcelona dan Real Madrid, berdasarkan kepentingan dan ideologi masing-masing, everyone (should) picks a side.
4. Merupakan anggota dari Liga Terbaik di dunia
Apapun konteks-konteks budaya yang terdapat pada duel El Clásico, tidak akan ada orang luar yang peduli pada pertandingan tersebut ia jika terdapat pada, misalnya, Liga Domestik Siprus. Tapi ini tidak. Duel tersebut berasal dari La Liga Primera, yang merupakan liga terbaik di dunia berdasarkan penilaian FIFA (dalam diskusi debate panjang lainnya, liga-liga lain mungkin saja muncul sebagai liga yang lebih baik, namun setidaknya La Liga adalah salah satu liga sepakbola terbaik di dunia), jadi seluruh perhatian insan sepakbola pasti tertuju ke sana.
5. Menampilkan dua klub terbaik dari La Liga

Tidak hanya gengsi, namun dominasi kedua tim di La Liga merupakan jaminan panasnya pertandingan ini. Karena kedua tim biasanya berada di pucuk klasemen, maka hasil dari El Clásico menjadi sangat menentukan siapa yang akan merajai liga pada akhir musim. AC Milan vs Intermilan mengkin adalah derby perseteruan dua klub papan atas Serie A, tetapi di sana juga terdapat Juventus dan AS Roma untuk disaingi. Sehingga, kadang-kadang, tifosi merasa pertandingan AC Milan vs Juventus atau Intermilan vs AS Roma menjadi sama krusialnya. Dan hal ini menjadikan signifikasi partai derby kota Milan agak berkurang. Lain halnya dengan Barcelona vs Real Madrid yang begitu menentukan. La Liga memang bukanlah pacuan dua ‘kuda’ saja, tetapi selalu ada dua kuda berwarna ‘merah biru’ dan ‘putih-putih’ yang ikut serta. Dua kuda ini juga belum pernah terdegradasi ke divisi bawah (dan sepertinya tidak akan pernah, baik itu karena kualitas maupun lobi politik mereka yang kuat di Spanyol). 6. Dan pemain-pemain terbaik di dunia
Karena Barcelona dan Real Madrid merupakan dua di antara klub-klub terkaya di dunia, mereka selalu dihuni oleh pemain-pemain terbaik pula. Misalnya, ketika Lionel Messi cedera, di bangku cadangan sudah ada Henry, Deco, atau Ronaldinho. Kita juga masih ingat Madrid pernah dihuni pemain sekelas Zidane, Ronaldo, Raúl, Figo, Beckham, dan Roberto Carlos yang bermain bersamaan. Ketika El Clásico berlangsung, kita seperti melihat uang ratusan jutaan dollar sedang ‘berlari-lari’ di atas lapangan.
7. Juga beberapa talenta lokal
Di samping belanja pemain-pemain kelas dunia tersebut, kedua tim juga dipenuhi oleh talenta-talenta lokal binaan kubu masing-masing. El Barça punya Valdés, Puyol, Xavi, Iniesta, dan Bojan yang merupakan produk-produk dari akademi sepakbolanya, sedangkan Messi dan Giovanni adalah anak-anak muda yang bersekolah di Barcelona sejak kecil. Sedangkan Los Blancos punya Casillas, maskot tim Raúl, dan Guti yang merupakan didikan akademi Madrid. Dan hebatnya, pemain-pemain ini adalah anggota timnas Spanyol. ‘Rasa’ lokal ini menjamin bahwa tak seorang pun di lapangan yang akan melupakan aspek-aspek budaya yang melatarbelakangi El Clásico. Arsenal mungkin diisi pemain-pemain muda bertalenta, namun nyaris tidak ada pemain asli Inggris di sana. Manchester United sekarang hanya tinggal menyisakan pemain tua seperti Giggs dan Scholes sebagai binaan asli mereka. Itulah bedanya dengan El Clásico.
8. Sejarah transfer yang ‘kontroversial’ antara kedua tim.
Sebagai dua klub terkuat dan terkaya di Spanyol, tak dapat dihindari, Barcelona dan Real Madrid akan berebut mendapatkan tanda tangan pemain top. Salah satu dari kasus tersebut adalah ketika kedua klub berniat mengontrak pemain River Plate, Alfredo Di Stefano pada tahun 1953. Transfer tersebut sangat kontroversial dan merupakan salah satu pemicu ‘kerasnya’ El Clásico. Sebuah kontrak janggal dilakukan ketika Di Stefano menandatangani proposal kedua klub sekaligus. Ia akan bermain dua musim untuk Real Madrid (yang menghubungi lebih awal) dan dua musim untuk Barcelona.
Namun, setelah melihat debut pertamanya di Real, El Barça setuju untuk melepaskan Di Stefano secara permanen. Hal ini masih menjadi perdebatan: Pertama, bahwa Barcelona melihat penampilan Di Stefano yang kurang menjanjikan dalam debutnya. Kedua, ada indikasi bahwa Barcelona ditekan oleh diktator Jenderal Franco yang pro-Madrid, yang mengancam akan memberlakukan larangan untuk pemain asing bermain di La Liga.
Tren ini pun terus berlanjut; kedua tim terus bersitegang untuk mendapatkan pemain-pemain top (seperti yang mereka lakukan pada David Beckham tahun 2003). Namun tidak ada yang lebih ‘menyakitkan’ selain ketika salah satu pemain dari tim ini hengkang ke tim lainnya, seperti yang terjadi pada Luis Enrique, yang pindah dari Madrid ke Barcelona, atau kasus Luis Figo pada tahun 2000, yang hijrah dari Azulgrana ke Los Merengues dan memecahkan rekor transfer (sebelum Zidane) sebesar 65 juta Euro. Dan ketika kembali ke stadion mantan klubnya, cemoohan, teriakan, bahkan lemparan kepala babi harus mereka terima. Semuanya karena atmosfir ‘neraka’ El Clásico.
9. Ukuran stadion
Santiago Bernabéu stadium
Camp Nou Stadium
Nama besar kedua klub ternyata juga didukung oleh besarnya stadion yang mereka miliki. Baik Camp Nou maupun Santiago Bernabéu merupakan stadion elit dan raksasa sehingga menjanjikan atmosfer yang luar biasa. Camp Nou bahkan merupakan stadion berkapasitas terbesar di Eropa, yaitu sanggup menampung 98.772 kursi. Sebelum direnovasi, stadion ini malah pernah terisi 200 ribu penonton dalam salah satu El Clásico. Sedangkan Santiago Bernabéu mampu menampung 80.400 Madridistas dan dinobatkan sebagai salah satu stadion berfasilitas terbaik di dunia. 10. Menghasilkan tontonan sepakbola yang berkualitas
Jika yang terjadi di lapangan adalah sebuah tontonan yang mengecewakan, semua poin di atas tidak ada artinya. Dan tanah Spanyol akan menjadi tempat yang menyedihkan jika semua orang menunggu-nunggu partai yang diadakan sekali dua tahun ini, hanya untuk menyaksikan pertandingan yang menyisakan buruk dan membosankan. Tapi tidak. Pertandingan El Clásico, secara tradisi, selalu mempertontonkan sepakbola berkualitas, menyerang, atraktif, penuh skill, dan aroma ‘membunuh’ yang dahsyat. Skor-skor menakjubkan, seperti 3-3, musim lalu di Camp Nou adalah contoh betapa alotnya pertandingan ini.
Fakta – Fakta Lain
  1. El Clasico di Spanyol untuk pertama kalinya dilangsungkan pada 17 Februari 1902.
  2. El Clasico antara Real Madrid dan Barcelona tidak hanya terjadi di lapangan, tapi juga dalam bursa transfer. Kasus yang paling terkenal adalah perebutan Alfredo Di Stefano di tahun 50-an. Kedua tim sama-sama mengklaim telah mendaftarkan pemain legendaris Argentina itu sebagai pemain dan membayar transfer ke River Plate. FIFA akhirnya mengintervensi dan meminta kedua tim saling berbagi jatah musim untuk Di Stefano. Namun Barcelona memilih mundur dan Real Madrid membayar kompensasi kepada rival utamanya itu.
  3. Real Madrid dan Barcelona juga saling bersaing dalam hal jumlah suporter. Hasil riset terakhir Mei 2007, 32.8 persen fans sepakbola di Spanyol lebih berpihak pada Real Madrid, sementara 25.7 persen berkubu Barcelona.
  4. Di kompetisi domestik La Liga Spanyol, El Clasico dinihari nanti di Santiago Bernabeu menjadi edisi ke-160.
  5. Raul Gonzalez menjadi pemain yang paling sering mencetak gol di El Clasico. Total, dia sudah melesakkan 11 gol.
  6. Total ada 24 pemain yang saling bertukar klub dalam satu sesi transfer, baik itu dari Barcelona ke Real Madrid, atau Real Madrid ke Barcelona. Proses transfer yang paling menyita perhatian adalah Luis Enrique (Madrid ke Barca di tahu 1996) dan Luis Figo (Barca ke Madrid di tahun 2000).
Dari:
http://andikolumbantoruan.wordpress.com/10-penyebab-dan-alasan-mengapa-real-madrid-vs-barcelona-fc-bersiteru/

SEJARAH AWAL RIVALITAS REAL MADRID VS BARCELONA

Klub sepakbola Barcelona didirikan tahun 1899 oleh seorang kelahiran Swiss bernama Hans Gamper (yang sama seperti Anda, saya pun tidak kenal). Dia membentuk klub sepak bola yang berisi pemain-pemain dari Swiss, Inggris, dan Catalan (satu suku bangsa di Spanyol). Gamper mencetak 103 gol antara tahun 1901 sampai 1903 dan menjadi Presiden klub sampai kematiannya tahun 1930. Stadion Barcelona pertama dibangun tahun 1909 dengan kapasitas penonton 6000 orang. Pertama kali Barcelona menjadi juara liga spanyol adalah tahun 1929, hanya 1 tahun sebelum kematian Gamper. Pada waktu itu, Barcelona sudah menjadi tim yang disegani dan sudah bisa merekrut pemain-pemain asing seperti Hector Scarone (Uruguay). Akan tetapi pemain yang mungkin “paling” terkenal pada zaman ini adalah sang kiper, Ricardo Zamora. Zamora terkenal karena 2 alasan. Pertama, nama dia diabadikan sampai sekarang sebagai nama piala penghargaan untuk kiper terbaik di liga spanyol setiap tahunnya. Kedua, dia adalah pemain pertama yang menapaki jalan transfer yang paling berbahaya di spanyol: Pindah dari Barcelona ke Real Madrid!
Permusuhan antara Barcelona dan Real Madrid bermula pada masa Franco. Siapa Franco ini? Dia adalah seorang Jenderal yang menjadi penguasa diktator di Spanyol pada tahun 1930-an. Barcelona, sampai sekarang, adalah “ibukota” dari Provinsi Catalonia, yang sebagian besar penduduknya adalah dari suku bangsa Catalan dan Basque. Sejak dulu, orang-orang catalonia ini menganggap diri mereka bukan bagian dari Spanyol, dan merupakan bangsa yang berada di bawah “penjajahan” Spanyol.
Franco kemudian bertindak lebih jauh. Josep Suñol, Presiden Barcelona waktu itu, dibunuh oleh pihak militer pada tahun 1936, dan sebuah bom dijatuhkan di FC Barcelona Social Club pada tahun 1938. Di lapangan sepakbola, titik nadir permusuhan ini terjadi pada tahun 1941 ketika para pemain Barcelona “diinstruksikan” (dibawah ancaman militer) untuk kalah dari Real Madrid. Barcelona kalah dan gawang mereka kemasukan 11 gol dari Real Madrid. Sebagai bentuk protes, Barcelona bermain serius dalam 1 serangan dan mencetak 1 gol. Skor akhir 11-1, dan 1 gol itu membuat Franco kesal. Kiper Barcelona kemudian dijatuhi tuduhan “pengaturan pertandingan” dan dilarang untuk bermain sepakbola lagi seumur hidupnya.
Sejak saat itu FC Barcelona menjadi semacam klub “anti-franco” dan menjadi simbol perlawanan Catalonia terhadap Franco, dan secara umum, terhadap Spanyol. Ada juga klub-klub lain di Catalonia seperti Athletic Bilbao dan Espanyol. Athletic Bilbao sampai saat ini tetap pada idealismenya untuk hanya merekrut pemain-pemain asli Basque, tetapi dari segi prestasi tidak sementereng Barcelona. Demikian juga dengan Espanyol. Sementara yang dijadikan simbol musuh, tentu saja, adalah klub kesayangan Franco yang bermarkas di ibukota Spanyol, FC Real Madrid.
Sebagai sebuah simbol perlawanan, kultur dan karakter Barcelona kemudian terbentuk dengan sendirinya. Siapapun pelatihnya, dan gaya apapun yang dipakai, karakternya hanya satu: Menyerang!. Sebagai penyerang, Barcelona bermaksud untuk mendobrak dominasi Real Madrid (dan bagi orang Catalonia, mendobrak dominasi Spanyol). Untuk itulah Barcelona pantang bermain bertahan, karena itu adalah simbol ketakutan. Kalah atau menang adalah hal biasa. Tapi keberanian memegang karakter, itulah yang menjadi simbol perlawanan.
Pada tahun 50-an dan 60-an, Barca memang tertutup oleh kejayaan Real Madrid yang waktu itu diperkuat Ferenc Puskas, Di Stefano, dsb. Sebagai anak emas Franco sejak tahun 1930-an, Real Madrid memang selalu memiliki sumber dana besar untuk belanja pemain. Barcelona sendiri, pada 2 dasawarsa tersebut hanya bisa memenangi 4 kali liga spanyol, 2 kali piala raja, dan satu kali piala Inter City Fair (yang kemudian menjadi UEFA Cup).
Franco melarang penggunaan bendera dan bahasa daerah Catalan. FC Barcelona kemudian menjadi satu-satunya tempat dimana sekumpulan besar orang dapat berkumpul dan berbicara dalam bahasa daerah mereka. Warna biru dan merah marun Barcelona menjadi pengganti yang mudah dipahami dari warna merah dan kuning (bendera) Catalonia.

Rivalitas Hingga Kini




Pada tahun 1973, seorang pemain Belanda yang kelak menjadi salah satu legenda Barcelona, Johan Cruyff, bergabung dari Ajax. Dalam pernyataan persnya ketika diperkenalkan, Cruyff menyatakan bahwa ia lebih memilih Barcelona dibanding Real Madrid karena ia tidak akan mau bermain di sebuah klub yang diasosiasikan dengan Franco. Bersama kompatriotnya, Johan Neeskens, mereka langsung membawa Barcelona memenangi gelar liga spanyol (setelah sebelumnya 14 tahun puasa gelar), dan dalam prosesnya tahun itu sempat mengalahkan Real Madrid di kandang Madrid sendiri dengan skor 5-0 (!).
Pada tahun itu Johan Cruyff dinobatkan sebagai pesepakbola terbaik Eropa, dan memberi nama anaknya dengan nama khas Catalan, yaitu Jordi. Statusnya sebagai legenda menjadi abadi. Jordi Cruyff sendiri pada akhirnya tidak pernah bisa sebesar ayahnya. Karir sepakbolanya lebih banyak dihabiskan di klub-klub medioker, meski sempat beberapa tahun memperkuat Manchester United.
Selanjutnya, permusuhan itu terus ada, meskipun tidak sesengit pada tahun-tahun awalnya, sampai sekarang. Bisa dibilang, rivalitas saat ini sudah lebih sportif dan berjalan dengan lebih “sehat”. Tapi permusuhan yang sejak dulu telah begitu mengakar menjadikan duel diantara keduanya selalu menjanjikan sesuatu yang spesial. Inilah mengapa duel antara Barcelona dengan Real Madrid yang terjadi setidaknya 2 kali setiap tahunnya (di liga Spanyol) disebut dengan el classico, karena memang menyajikan satu duel klasik dengan sejarah panjang terbentang dibelakangnya.
Meski berulang setiap tahun, akan tetapi saking monumentalnya duel ini membuat Johan Cruyff dan Bobby Robson ketika menjadi pelatih Barcelona pada era akhir 1980-an sampai akhir 1990-an sampai mengibaratkan el classico sebagai sebuah “perang”, bukan sekedar pertandingan sepak bola. Baik pelatih Real Madrid maupun pelatih Barcelona ketika menghadapi el classico akan merasa seperti membawa sepasukan serdadu perang, bukan sebuah kesebelasan sepak bola, karena begitu besarnya kehormatan yang dipertaruhkan. Demikian juga pertaruhan bagi pelatih, karena ketika dia diangkat sebagai pelatih seolah sudah ada beban yang diberikan oleh klub: Anda boleh kalah dari siapa saja di liga ini, tapi JANGAN sampai kalah dari Real Madrid!
Meski begitu di dalam lapangan, “peperangan” ini sepanjang sejarahnya selalu berlangsung dalam sportifitas yang tinggi, karena sportifitas pun merupakan satu bentuk kehormatan yang harus dijaga. Ini soal nama baik.
Transfer pemain adalah salah satu bentuk perang di luar lapangan. Dalam hal ini, perpindahan pemain dari Barcelona ke Real Madrid (maupun sebaliknya) akan dianggap sebagai sebuah bentuk pengkhianatan.
Luis Figo mungkin adalah salah seorang yang paling mengerti mengenai hal ini. Direkrut oleh Barcelona pada tahun 1996, pemain Portugal yang kala itu “bukan siapa-siapa” tersebut kemudian menemui masa-masa jayanya. Barcelona memberinya peranan signifikan sebagai sayap kanan tim, dan bersama Rivaldo membawa Barcelona berjaya pada akhir tahun 1990an. Akan tetapi, pada tahun 2001, dunia tersentak ketika Figo menerima tawaran Real Madrid dengan iming-iming gaji dua kali lipat dan nilai transfer yang ketika itu menjadi rekor pembelian termahal seorang pemain sepak bola. Nilai itu melebihi batas klausul transfer Figo, sehingga Barcelona harus menerima tawaran tersebut berdasarkan aturan Bosman. Meski begitu, transfer itu tetap tidak akan terjadi seandainya Figo secara pribadi tidak menerima tawaran Real Madrid. Toh akhirnya Figo berkhianat.
Dalam duel el classico tahun berikutnya, ketika pertandingan dilangsungkan di Nou Camp (kandang Barcelona), Figo menerima sambutan monumental yang mungkin tidak akan dilupakannya seumur hidup. Seorang pendukung Barcelona di tengah-tengah pertandingan berhasil menerobos pagar petugas keamanan, sambil memakai bendera Barcelona sebagai jubah, kemudian berlari ke arah Figo membawa sebuah hadiah istimewa: sebuah kepala babi, lengkap dengan sedikit darah masih menetes dari lehernya. Ia kemudian melemparkan bendera Barcelona dan kepala babi itu ke arah Figo. Figo sendiri hanya terdiam menunduk beberapa saat, lalu berjalan menjauh. Entah apa yang ada dalam pikirannya saat itu, karena ia tahu kepala babi itu adalah simbol keserakahan dan pengkhianatan.
Ini gotonya gan

kepala babi untuk figo


Begitulah sejarah awal mula rivalitas dua klub besar dari spanyol ¨Real Madrid dan Barcelona¨.

Dari:
http://andikolumbantoruan.wordpress.com/10-penyebab-dan-alasan-mengapa-real-madrid-vs-barcelona-fc-bersiteru/

Senin, 06 Januari 2014

Seratus Buku Sastra Indonesia yang Patut Dibaca Sebelum Dikuburkan

  • 1.  Student Hidjo karya Mas Marco Kartodikromo (1919)
  • 2. Azab dan Sengsara karya Merari Siregar (1920)
  • 3. Hikayat Kadiroen karya Semaoen (1920)
  • 4. Sitti Nurbaya (Kasih Tak Sampai) karya Marah Rusli (1922)
  • 5. Tanah Air karya Muhammad Yamin (1922)
  • 6. Salah Asuhan karya Abdoel Moeis (1928)
  • 7. Melawat Ke Barat karya Adinegoro (1930)
  • 8. Kalau Tak Untung karya Selasih (1933)
  • 9. Kenang-Kenangan karya Dokter Soetomo (1934)
  • 10.Lajar Terkembang karya Sutan Takdir Alisjahbana (1936)
  • 11. Nyanyi Sunyi karya Amir Hamzah (1937)
  • 12. Patjar Merah Indonesia karya Matu Mona (1938)
  • 13. Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya HAMKA (1939)
  • 14. Belenggu karya Armijn Pane (1940)
  • 15. Dari Ave Maria ke Jalan lain ke Roma karya Idrus (1948)
  • 16. Polemik Kebudayaan karya Achdiat K. Mihardja
  • 17. Atheis karya Achdiat Karta Mihardja (1949)
  • 18. Yang Terampas dan Yang Putus dan Deru Campur Debu karya Chairil Anwar (1950)
  • 19. Tiga Menguak Takdir karya Chairil Anwar, Rivai Apin, dan Asrul Sani (1958)
  • 20. Jalan Tak Ada Ujung karya Mochtar Lubis (1952)
  • 21. Surat Kertas Hijau karya Sitor Situmorang (1953)
  • 22. Kesusastraan Indonesia Modern dalam Kritik dan Esei (I-IV) karya H.B.Jassin (1954-1967)
  • 23. Priangan Si Jelita karya Ramadhan KH (1956)
  • 24. Robohnya Surau Kami karya A.A. Navis (1956)
  • 25. Si Doel Anak Djakarta Karya Aman Dt. Madjoindo (1956)
  • 26. Malam Jahanam karya Motinggo Busye (1958)
  • 27. Pulang karya Toha Mohtar (1958)
  • 28. Ramayana karya R.A. Kosasih (1960)
  • 29. Empat Kumpulan Sajak karya WS Rendra (1961)
  • 30. Matinja Seorang Petani karya Agam Wispi
  • 31. Pagar Kawat Berduri karya Trisnojuwono (1961)
  • 33. Angkatan 66 Prosa dan Puisi karya H.B. Jassin (1968)
  • 34. Gairah untuk Hidup dan untuk Mati karya Nasjah Djamin (1968)
  • 35. Duka-Mu Abadi karya Sapardi Djoko Damono (1969)
  • 36. Ziarah karya Iwan Simatupang (1969)
  • 37. Heboh Sastra karya H.B. Jassin (sebagai penyunting) (1970)
  • 38. Pariksit karya Goenawan Mohamad (1971)
  • 39. Dari Suatu Masa dari Suatu Tempat karya Asrul Sani (1972)
  • 40. Karmila karya Marga T (1973)
  • 41. Pada Sebuah Kapal karya N.H Dini (1973)
  • 42. Sajak-sajak 33 karya Toeti Heraty Noerhadi (1973)
  • 43. Godlob karya Danarto (1975)
  • 44. Khotbah di Atas Bukit karya Kuntowijoyo (1976)
  • 45. Meditasi karya Abdul Hadi WM (1976)
  • 46. Ali Topan Anak Jalanan karya Teguh Esha (1977)
  • 47. Laut Biru Langit Biru karya Ajip Rosidi (1977)
  • 48. Raumanen karya Marianne Katoppo (1977)
  • 49.  Upacara karya Korrie Layun Rampan (1978)
  • 50.  Dan Perang Pun Usai karya Ismail Marahimin (1979)
  • 51.  Manusia Indonesia karya Mochtar Lubis (1980)
  • 52.  Tetralogi Pulau Buru (Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, Rumah Kaca) karya Pramoedya Ananta Toer (1980-1980-1985-1987)
  • 53.  Kuantar ke Gerbang karya Ramadhan KH. (1981)
  • 54.  O Amuk Kapak karya Sutardji Calzoum Bachri (1981/1973-1977-1979)
  • 55.  Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi AG (1981)
  • 56. Burung-burung Manyar karya YB Mangunwijaya (1982)
  • 57. Sastra dan Religiositas karya Y.B Mangunwijaya (1982)
  • 58. Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk  karya Ahmad Tohari (1982-1985-1986)
  • 59. Anak Bajang Menggiring Angin karya Sindhunata (1983)
  • 60. Olenka karya Budi Darma (1983)
  • 61. Abad yang Berlari karya Afrizal Malna (1984)
  • 62. Hamba-hamba Kebudayaan karya Dami N. Toda (1984)
  • 63. Dari Pojok Sejarah (Sebuah Renungan Perjalanan) karya Emha Ainun Nadjib (1985)
  • 64. Sakerah karya Djamil Soeherman (1985)
  • 65. Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer (1987)
  • 66. Antologi Puisi Indonesia Modern: Tonggak  karya Linus Suryadi AG (penyunting) (1987)
  • 67. Sumur Tanpa Dasar karya Arifin C Noer (1989)
  • 68. Wiro Sableng karya Bastian Tito (1990)
  • 69. Catatan Pinggir karya Goenawan Mohamad (1991)
  • 70. Para Priyayi karya Umar Kayam (1991)
  • 71.  Seri Cerpen Pilihan Kompas 1991-2007
  • 72.  Saksi Mata karya Seno Gumira Ajidarma (1994)
  • 73.  Dan Kematian Makin Akrab karya Soebagio Sastrowardojo (1995)
  • 74. Al-Qur’anul Karim Bacaan Mulia karya H.B. Jassin (editor) (1995)
  • 75. Asal Usul Karya Mahbub Djunaidi (1996)
  • 76. Pendekar Super Sakti karya Asmaraman S Kho Ping Hoo (1996)
  • 77.  Senjakala Kebudayaan karya Nirwan Dewanto (1996)
  • 78.  Ketika Mas Gagah Pergi karya Helvy Tiana Rosa (1997)
  • 79.  Saman karya Ayu Utami (1998)
  • 80. Aku Ingin Jadi Peluru karya Wiji Thukul (1999)
  • 81.  Celana karya Joko Pinurbo (1999)
  • 82. Di Atas Umbria karya Acep Zamzam Noor (1999)
  • 83.  Kali Mati karya Joni Ariadinata (1999)
  • 84. Madura Akulah Darahmu karya D. Zawawi Imron (1999)
  • 85.  Memorabilia karya Agus Noor (1999)
  • 86.  Sampek dan Engtay karya Nano Riantiarno (1999)
  • 87.  Angkatan 2000 karya Korrie Layun Rampan (2000)
  • 88.  Nonsens karya Sitok Srengenge (2000)
  • 89. Kesastraan Melayu Tionghoa dan Kebangsaan Indonesia Jilid 1 karya Marcus A.S. dan Pax Benedanto (penyunting) (2001)
  • 90. Cantik Itu Luka karya Eka Kurniawan (2002)
  • 91.  Area X Hymne Angkasa Raya karya Eliza V Handayani (2003)
  • 92.  Cala Ibi karya Nukila Amal (2003)
  • 93. Kill The Radio karya Dorothea Rosa Herliany (2000)
  • 94. Sastra Indonesia dalam Enam Pertanyaan karya Ignas Kleden (2003)
  • 95.  Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur karya Muhidin M Dahlan
  • 96.  Ayat-Ayat Cinta  karya Habiburrahman El Shirazy (2004)
  • 97.  Cintapuccino karya Icha Rahmanti (2004)
  • 98.  Puisi-puisi Mbeling karya Remy Silado (2004)
  • 99. Sastra Cyber Polemik Sastra Cyberpunk karya Saut Situmorang (Ed.) (2004)
  • 100.Laskar Pelangi karya Andrea Hirata (2005)
Dari:
http://www.warungarsip.co/id/73-seratus-buku-sastra-indonesia.html

Penulis Novel Terbaik Indonesia


1. Andrea Hirata
Andrea Hirata adalah penulis sukses best seller Laskar Pelangi dan beberapa buku lainnya seperti Sang Pemimpi, Maryamah Karpov. Sumber menyebutkan, Andrea menjual lebih dari 600.000 copy exp bukunya dan dengan total keuntungan lebih dari Rp 3,6 miliar saja dalam satu judul laskar pelangi. Bila ditambah dengan beberapa bukunya yang mencetak best seller, mungkin bisa kalian bayangkan sendiri berapa penghasilan pria asal Belitung tersebut. Bonus tambahannya ia menjual karyanya dengan harga 25 juta untuk difilmkan. Laskar Pelangi dan Sang Pemimpi.



2. Habiburrahman El Shirazy
Hampir semua karya-karya Habiburrahman yang berupa novel maupun mini novel best seller. Sebut saja Ayat-Ayat Cinta yang puluhan kali dicetak ulang lalu difilmkan dan ditonton oleh 3,5 juta orang. Novel yang lain Ketika Cinta Bertasbih menyamai Ayat-ayat Cinta. Novel terbarunya yang bersetting Rusia,Bumi Cinta juga mulai mengikuti novel-novel sebelumnya yang best seller. Bukunya AAC terjual lebih dari 400.000 exp menempatkan pria lulusan mesir ini sebagai penulis terkaya kedua di Indonesia dengan Rp 2,4 Milliar. Bonus tambahan yang ia dapatkan dari novelnya yang diangkat ke layar lebar adalah 150 juta dari Ayat-Ayat Cinta, Ketika Cinta Bertasbih dan Migrab Cinta.
3. Mira W
Penulis yang paling produktif dalam 20 tahun terakhir dengan buku-buku fenonemalnya seperti Cinta Sepanjang Amazon, menempatkan penulis yang juga dokter umum ini berada di peringkat ketiga penulis terkaya di Indonesia. Mira W. melahirkan lebih dari 20 novel best seller yang diperkirakan memberikan keuntungan lebih dari Rp 2 milliar dari bukunya tersebut. Ia juga aktif menjual karyanya ke film dan layar lebar. Bila perbuku ia mendapatkan 25 juta, silakan hitung berapa uang yang ia hasilkan dari hak ciptanya tersebut.

4. Dewi 'Dee' Lestari
Dee adalah salah satu penulis yang cukup fenomenal. Kehadiran Supernova-nya yang terkesan “rumit” banyak digemari penikmat sastra di Indonesia.Supernova Putri, Ksatria dan Bintang Jatuh, Supernova Petir dan Supernova Akarmampu menyaingi novel-novel teenlit dan Chiklit yang marak kala itu. Perahu Kertas adalah novel terbaru Dee, sebelumnya Dee mengeluarkan kumpulan tulisannya dalam Rectoverso. Di Rectoverso, Dee mampu membuktikan bahwa tulisan yang berkualitas dapat juga diapresiasi dengan baik. Rectoverso juga dikawal dengan album solo Dee bertajuk sama. Semua lagu di album Rectoverso merupakan gambaran setiap tulisan di bukunya. Lirik maupun tulisan di buku sama-sama puitis. Ia konon menghasilkan lebih dari 1,5 miliar rupiah dari seluruh novelnya.
5. Agnes Davonar
Ia tidak memiliki latar belakang seni ataupun sastra, tapi memulai tulisan-tulisan ringannya lewat blog pribadinya. Tanpa ia sadari, tulisan-tulisannya mampu membius pembaca online hingga akhirnya ia menjelma menjadi penulis novel fenomenal dengan beberapa kontroversi yang menghampanya. Gaby, karakter ciptaannya menjadi kasus terumit di Indonesia yang melibatkan perebutan lagu misterius. Berbekal prestasi blogger internasional dan sejumlah penghargaan nasional, membuat nama dua bersaudara ini melambung menjadi penulis termahal di Indonesia. Buku Surat Kecil Untuk Tuhan karya mereka terjual lebih dari 200.000 exp atau menghasilkan 700 Juta Rupiah. Ia masih memiliki 7 novel lain yang mencetak best seller yang dijual di luar negeri. Menurut sumber film Indonesia, Agnes bersaudara mendapatkan lebih dari 500 juta Rupiah dari hak cipta novelnya yang semuanya telah menjadi perebutan produsen-produsen kakap nasional. Ia mendapatkan akusisi blognya dari Garudafood lewat produk chocolatosnya dengan nilai sponsorship 500 juta pertahun. Sampai saat ini, penulis ini masih dikenal misterius karena tertutup dan jarang sekali tampil walau dibayar mahal sekalipun dalam sebuah seminar.
6. Raditya Dika
Sama halnya dengan Agnes Davonar, Raditya Dika memulai karielnya sebagai seorang blogger dan berhasil menempatkan dirinya sebagai penulis terkaya ke 6 di Indonesia lewat novel Kambing Jantan-nya yang fenomenal. Walau film adapatasi novelnya gagal di pasaran, tapi buku-bukunya tetap menjadi terfavorit dan mendapatkan lebih dari 500 juta keuntungan pribadi yang membuat pria yang bekas mantan pacar Sherina ini sebagai penulis muda beruntung. Ia juga menjadi artis yang sukses dengan beberapa iklan dan tampil dalam acara televisi.
7. Agnes Jessica
Dia adalah seorang guru matimatika yang kemudian berhenti mengajar dan memutuskan karielnya menjadi seorang penulis. Ternyata pilihanya tidak salah, ia menjadi penulis yang aktif hingga nyaris menerbitkan 1 bukunya setiap bulan, terkenal akan karyanya Sepatu Kaca, menempatkan dirinya dengan pendapatan lebih dari 400 juta keuntungan pribadi dan belum termasuk hak cipta film untuk karyanya.
8. Asma Nadia
Kiprah wanita yang satu ini memang luar biasa. Puluhan bukunya baik yang berupa novel, kumpulan cerpen dan kumpulan essai telah terbit. Dan hampir semuanya best seller. Tulisan-tulisan Asma Nadia banyak ditemukan di majalah hingga koran. Salah satu bukunya yang best seller adalah Catatan Hati Seorang Isteri yang diterbitkan Lingkar Pena Publishing dan Kumcer Emak Ingin Naik Haji. Tulisan-tulisan yang dibuat oleh Asma tentu saja banyak memberikan inspirasi dan motivasi. Nilai-nilai yang syar’I dapat ditemukan di setiap tulisannya. Hebatnya lagi, Asma mampu mengemasnya dengan cantik bahkan meremaja sekali. Sehingga banyak sekali remaja yang menyukai tulisan-tulisannya. Konon ibu muda ini mengumpulkan lebih dari 300 juta dari karyanya yang beredar dan beberapa hak cipta film untuk novelnya.
 
Dari:
http://salsabellafrq.blogspot.com/2013/04/penulis-novel-terbaik-indonesia.html

10 Film Indonesia Terbaik di 2013

10. Soekarno

Sutradara: Hanung Bramantyo Pemeran: Ario Bayu, Maudy Koesnaedi, Lukman Sardi, Tika Bravani, Ferry Salim dan Tanta Ginting Produksi: MVP, Dapur Film Production dan Mahaka Pictures
Melelahkan, terlebih di paruh pertama, tapi “Soekarno” bukan film yang sampai membosankan. Terlepas dari ceritanya yang kesana-kemari, sejak awal film yang sempat “keruh” karena kisruh ini memang diakui menarik ketika berbicara soal tata produksi. Kita begitu diyakinkan dengan setting-nya, departemen artistik di “Soekarno” sudah melakukan pekerjaan yang luar biasa, dan mereka bisa begitu “akur” dengan Faozan Rizal dalam menghasilkan gambar-gambar yang membuat saya betah berlama-lama duduk bersama “Soekarno”.

09. Tampan Tailor

Sutradara: Guntur Soeharjanto Pemeran: Vino G Bastian, Jefan Nathanio dan Marsha Timothy Produksi: Maxima Pictures
Ditangan seorang Guntur Soeharjanto (Purple Love), “Tampan Tailor” bercerita apa adanya, walaupun ada beberapa upaya untuk memaksakan emosi penonton lewat scoring-nya yang bisa dikatakan berlebihan itu, tapi cerita yang ditulis oleh duet Alim Sudio (Air Terjun Pengantin Phuket) dan Cassandra Massardi (40 Hari Bangkitnya Pocong) justru lebih bisa diterima akal sehat, membumi, dan mudah untuk dinikmati. “Tampan Tailor” memang tidak dipungkiri akan mengingatkan kita pada “The Pursuit of Happyness”, film yang dibintangi oleh Will Smith dan anaknya, Jaden Smith itu. Tapi percayalah ini bukan versi Indonesia-nya, bukan jiplakan, kesamaannya pun minor, “Tampan Tailor” mengalirkan ceritanya tanpa ingin ikut-ikutan seperti film Hollywood tersebut.

08. Kisah 3 Titik

Sutradara: Bobby Prabowo Pemeran: Lola Amaria, Ririn Ekawati, Maryam Supraba dan Donny Alamsyah Produksi: Lola Amaria Production
Ketika para buruh “berpesta” pada 1 Mei merayakan May Day, “Kisah 3 Titik” ini adalah cara Lola Amaria untuk ikut merayakan, berdemo lewat media film. Jika boleh membandingkan dengan “Minggu Pagi di Victoria Park”, filmnya kali ini memang rada kelam nan muram, “menjual” cerita miris dibalik seragam-seragam berwarna cerah para buruh. Dipercaya untuk menyutradarai, saya rasa Bobby Prabowo pun dengan baik menuturkan cerita hasil tulisan Charmantha Adjie tersebut. Dikemas apa adanya, terlepas dari dramatisasi yang memang juga diperlukan, film ini dengan mudah menguras emosi saya dari tiap kepedihannya, yang dicurahkan oleh masing-masing karakternya, tanpa adanya paksaan.

07. Cinta Dalam Kardus

Sutradara: Salman Aristo Pemeran: Raditya Dika, Anizabella Lesmana, Dahlia Poland dan Wichita Setiawati Produksi: Kompas Gramedia Studio
Curhatan-curhatan yang diceritakan apa-adanya itu dengan segala lebay-nya ala Raditya Dika, tetap menjadi tontonan yang menarik terlepas beberapa bagiannya yang garing. Sekali lagi konsep yang membungkus “Cinta Dalam Kardus” benar-benar membuat film ini terangkat, dari sekedar film komedi cinta yang biasanya disajikan gitu-gitu saja, jadi film komedi cinta yang tidak hanya porsi komedi-nya tersaji cukup cerdas, kemasannya pun langka untuk sebuah film Indonesia. Dari awal konsep kardus dan stand up comedy-nya membuat saya betah mendengar celotehan-celotehan Miko, sambil sesekali diinterupsi oleh penontonnya, yang dari beragam umur itu, dari anak ABG yang menggebu-gebu-alay mengkritik apa yang sudah diceritakan Miko, hingga pasangan yang sudah menikah, responnya pun beda. Menarik, secara tidak langsung “Cinta Dalam Kardus” memang tidak saja ditargetkan untuk remaja-remaja baru gede yang baru mengenal cinta, tapi memang ditargetkan untuk mereka yang pernah merasakan cinta dan tersakiti.

06. Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck

Sutradara: Sunil Soraya Pemeran: Herjunot Ali, Pevita Pearce, Reza Rahadian Produksi: Soraya Intercine Films
Setelah pendakian di “5 CM” membawa hasil jumlah penonton yang spektakuler, pelayaran “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck” jelas tak saja membawa sebuah misi untuk menghibur penonton dengan tontonan yang berskala besar, tapi juga ditumpangi ambisi besar untuk memperoleh penonton sebanyak-banyaknya. Ya, walau belum bisa melompati hasil yang diperoleh produksi sebelumnya, “Kapal Van Der Wijck” setidaknya sudah memboyong satu juta lebih penonton. Terlepas dari gaya artistik yang tampaknya “terinspirasi” oleh “The Great Gatsby”-nya Baz Luhrmann dan terlalu berlebihan menjual adegan kapal tenggelam ala “Titanic”, yang ternyata hanya gimmick belaka, saya mengakui film ini menyajikan sesuatu yang langka ada di film Indonesia. Sebesar ambisinya, film ini benar-benar telah dibangun dengan begitu megah, tata produksi berskala besar-besaran, ditambah jajaran pemain yang berakting cemerlang. “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck” saya pikir layak jadi salah-satu film terbaik di tahun 2013.

05. 9 Summers 10 Autumns

Sutradara: Ifa Isfansyah Pemeran: Ihsan Tarore, Dewi Irawan, Alex Komang, Shafil Hamdi Nawara Produksi: Angka Fortuna Sinema
“9 Summers 10 Autumns” adalah sebuah curhatan seorang teman lama yang diceritakan apa adanya—ada dramatisasi yang wajar untuk sebuah film yang niatnya juga ingin menghibur. Jika dirasakan konfliknya terlalu bisa, saya bisa maklum, karena ini bukan sinetron yang konfliknya bisa dilebih-lebay-kan seenaknya, saya rasa apa yang disajikan sudah cukup untuk memicu emosi saya, bukan sekedar menonton tapi melibatkan perasaan untuk ikut turut campur. Ada interaksi antara film dan penonton, kita dibiarkan untuk merasakan apa yang terjadi tanpa dipaksa-paksa. Beberapa adegan pun sanggup membuat air mata ini pada akhirnya menetes. Ya, “9 Summers 10 Autumns” dengan segala keindahannya, yang sukses ditangkap oleh Gandang Warah selaku DOP, berakhir tidak saja mempesona lewat gambar-gambar tapi juga indah “di dalam sini”, film ini ikut menyapa juga hati.

04. Demi Ucok

Sutradara: Sammaria Simanjuntak Pemeran: Geraldine Sianturi, Lina Marpaung dan Saira Jihan Produksi: PT Kepompong Gendut, Royal Cinema Multimedia
Sammaria tidak perlu repot-repot lagi mendekati para penonton, karena begitu “Demi Ucok” mulai membagi curhatannya, penonton juga termasuk saya langsung peduli, merasa terikat dan hati tersentuh dengan hubungan Ibu dan anak ini. Ketika chemistry itu dengan mudah tercipta, Sammaria sekarang tinggal punya tugas bagaimana menjaga penonton tetap duduk betah di kursi, tidak kabur. Itulah yang jadi kelebihan “Demi Ucok”, walaupun cukup sering diperlihatkan wajah Mak Gondut yang menyeramkan apalagi ketika ngamuk, saya tidak merasa sedang dimarahi, saya betah karena film ini bukan film yang menceramahi. “Demi Ucok” juga bukan soal memihak pihak mana, saya peduli dengan Glo tapi juga tidak benci 100% sama Mak-nya, mengesalkan tapi sekaligus juga menarik simpati, belum lagi Mak Gondut memang sumber kelucuan dan kekonyolan di “Demi Ucok”. Ampun Mak!

03. Finding Srimulat

Sutradara: Charles Gozali Pemeran: Reza Rahadian, Rianti Cartwright, Gogon, Djudjuk Djuwariah, Kadir, Mamiek Prakoso, Nunung Srimulat, Tarsan, Tessy, Fauzi Baadilla Produksi: Magma Entertainment
“Finding Srimulat” adalah jawaban dari kegelisahan saya, resah melihat film-film komedi kita yang belakangan ini bersembunyi di balik judul-judul jorok dan otak ngeres pembuat filmnya. Charles Gozali bersama “Finding Srimulat”-nya datang untuk menyelamatkan perfilman Indonesia, membuktikan jika bangsa ini masih punya film komedi yang berbudaya, kita masih punya Srimulat dengan deretan pelawak-pelawaknya yang memang cinta untuk membuat orang tertawa. Film ini adalah nostalgia sekaligus sebuah surat cinta yang ditulis dari hati, hasilnya yah ngena ke siapa saja yang menonton, apalagi mereka yang tumbuh bersama Tessy dan kawan-kawannya.

02. Sokola Rimba

Sutradara: Riri Riza Pemeran: Prisia Nasution, Nyungsang Bungo, Nengkabau, Beindah, Rukman Rosadi, Nadhira Suryadi, Ines Somellera, Netta KD, Dery Tanjung Produksi: PT Miles Productions, Miles Films
Sebuah kesederhanaan yang dipaparkan dengan begitu apik dan indah, Riri Riza sajikan sebuah cerita yang sejak awal langsung “menjebak” saya untuk tidak bisa lepas dari Prisia Nasution dan murid-muridnya. Hingga akhir “Sokola Rimba” tak saja memikat mata dengan visual indah nan eksotis yang jarang terekspos dalam sinema kita, tapi juga menyuapi hati ini dengan asupan kisah yang bernilai gizi tinggi. Saya tidak hanya kenyang pesan-pesan kebaikannya, tapi juga luar biasa senang karena film kita masih memiliki film-film macam “Sokola Rimba”. Semua tentang film ini adalah pelajaran, sebuah universitas kehidupan beralaskan daun di tanah dan beratap langit berbintang. “Sokola Rimba” adalah salah-satu film itu, film luar biasa yang ingin saya tonton berulang-ulang, lagi dan lagi.

01. What They Don’t Talk About When They Talk About Love

Sutradara: Mouly Surya Pemeran: Nicholas Saputra, Ayushita Nugraha, Karina Salim, Anggun Priambodo, Lupita Jennifer Produksi: Cinesurya Pictures
Walau fokus “Don’t Talk Love” mengarah pada mereka yang punya kekurangan, tapi bukan berarti Mouly berniat untuk mengeksploitasi seenaknya disabilitas, menjadi sebuah konsumsi hiburan, apalagi mengemis simpati penonton lewat karakter Fitri dan kawan-kawan. “Don’t Talk Love” justru ingin menampilkan mereka terlihat yah setara dengan kita yang masih “lengkap”. Sekali lagi ini bukan film yang mengekspos kekurangan sebagai bahan meminta belas kasihan penonton, bukan film seperti itu, yang mengandalkan cerita pada penderitaan berkepanjangan karakternya. Mereka tak sedikitpun diperlihatkan mengeluh dengan keadaan, karena memang bukan itu yang ingin dibicarakan oleh Mouly. Tapi soal Fitri dan kawan-kawan yang juga bisa jatuh cinta, ketika salah-satu indera mereka meredup, indera lain justru bercahaya lebih terang…lebih peka, bahkan dari kita yang normal.
Dari:
http://raditherapy.com/2014/01/10-film-indonesia-terbaik-di-2013/

Sepuluh Karya Sastra Indonesia Terbaik

10. Tabula Rasa - Ratih Kumala
Saya selalu tertarik pada karya-karya pemenag Lomba Menulis Roman Dewan Kesenian Jakarta yang dilakukan dua tahun sekali. Soalnya naskah pemenang selalu menawarkan hal yang segar dan berbeda. Tabula Rasa adalah pemenang ketiga ajang ini pada 2003. Diciptakan oleh pengarang muda, Ratih Kumala, yang menceritakan kisah cinta dengan setting yang meloncat-loncat dalam hal waktu maupun peristiwa. Konsep  alur yang sempat ngetren pasca novel Saman, Ayu Utami ini, membingungkan pembaca awam. Tapi bisa sangat mungkin ini akan menjadi hal yang mengasyikan. 
Misalnya, kisah dimulai di Yogyakarta pada 2001, kemudian beralih mundur di Moskwa tahun 1990. Begitu seterusnya sehingga kita diseret-seret mau tidak mau oleh idealisme pengarang. Bukankah loncat-loncatan ini mengasyikan juga di dunia nyata? Begitulah karya ini menjadi salah satu contoh betapa karya sastra bisa sangat mengasyikan sebagai refleksi dari kehidupan. 
Sementara meski diksi dalam novel ini terbilang 'biasa-biasa saja', namun unsur kelugasan sekaligus puitisme yang 'keras' membuat saya jatuh cinta pada novel dengan judul artistik ini. Cuplikan kata-kata yang saya ingat adalah. Aku dilahirkan sebagai batu yang kosong. Aku tabula rasa, aku adalah dogma dari aliran empiris dan aku terbentuk dari jalannya hidup.
9. Mereka Bilang, Saya Monyet! - 
Djenar Maesa Ayu

Pertama kali membeli buku ini saat saya sekolah, dan waoouw! Apa yang saya pikirkan saat baca-baca sekilas satu buku tak berplastik di Gramedia itu adalah, "ini cerita bokep, ye?". Karena penasaran, saya pun membelinya dengan harga yang saat itu lumayan berat untuk kantung anak SMA. Dan di rumah, saya pun membaca sambil ejakulasi dini. Yeah, kumpulan cerpen ini begitu sarkastik, keras, jor-joran, tidak munafik, dan barangkali apa-apaan. Tapi kemudian, saya menganggapnya sebagai sesuatu yang keren.
Lebih banyak Djenar bernarasi dalam tokoh anak perempuan yang mengalami pemerkosaan, trauma, lengkap dengan pemilihan kata urban yang diungkap tiada malu. Yah, ngapain harus malu. Bukankah begitu dialog kebanyakan kaum urban di Jakarta? Yang jelas, cerpen yang lumayan menohok dalam antologi ini adalah cerpen Namanya ... Menceritakan tentang seorang anak perempuan yang diberi nama Memek oleh orangtuanya. Tentu saja cerpen ini sempat menjadi polemik di ranah sastra media massa. Saya pun sempat membuat heboh kelas, lantaran membahas cerpen ini.

Ah, kenapa tidak membawa permemekan di ranah akademik? Karya Djenar adalah karya yang jujur dan merupakan replika kehidupan di kota-kota besar yang keras. Meskipun kemudian, karya-karyanya menurut saya mengalami penurunan dan menceritakan hal yang sama. Tapi karya dia membawa pengaruh pada sebagian gaya penulisan saya.
8. Ular Keempat - Gus TF Sakai

Nuansa relijius tercium kental dalam novel yang menjadi juara harapan di Lomba Menulis Roman DKJ tahun 2003 ini. Dengan konsep memoar dan klasik (baca: konvensional), membaca novel ini menyeret saya pada nuansa novel karya sastra lama. Dan bacaan tipikal seperti ini menurut saya lebih jujur dan  humanis ketimbang karya-karya sastra yang dilabeli sastra islami seperti karya Asma Nadia, Habbirahman El Shirazy, dan semacamnya. Contohnya, Ular Keempat, adalah kisah perjalanan ibadah haji yang dipenuhi pertanyaan-pertanyaan 'nakal' dan 'tak boleh'. 
Seperti: Betulkah orang-orang kampungku beribadah bukan karena Allah, melainkan karena ibadah itu telah diwariskan turun-temurun? dan betul pulakah apa yang dikatakannya, bahwa aku pergi haji ke Makkah tak lebih hanya karena kebanggaan?
Ujung perjalanan dan pergulatan batin tokoh, membawanya pada sebuah kesadaran bahwa setan yang paling berbahaya di dunia ini adalah ular keempat, yang merupakan metafora dari 'setan yang meracuni keimanan'. 

Novel ini menjadi istimewa lantaran memasang setting fakta sejarah perjalanan haji tahun 1970. Dan penulis berhasil membuat alur ke sana ke mari sehingga pembaca melegalkannya.
7. Supernova: Kesatria, Puteri, dan Bintang Jatuh - 
 Dewi Lestari

 

Setahu saya, buku ini adalah buku dengan catatan kaki terbanyak untuk ukuran sebuah novel. Supernova: Kesatria, Puteri, dan Bintang Jatuh, adalah novel sarat teknologi dan kekinian ketika problematika tokohnya dijelaskan dalam konsep dunia maya. Yang menjadi menarik dan membuat novel ini menjadi keren adalah, bahwa ternyata kita hanya 'dibodoh-bodohi' oleh jalinan cerita fiksi dari sepasang gay, yang mungkin pula fana (baca: diciptakan penulis 'asli').
Yah, novel ini membuat saya bertanya tentang identitas diri. Saya ingat dengan satu kalimat yang ada dalam buku ini: Matilah pada apa yang kau ketahui. Bahwa sesuatu yang kita pikir benar dan sudah amat diyakini, bisa sangat jadi membuat keberadaan kita menjadi omong kosong. Eksistensi diri dan eksistensi sekitar, disindir Dee dalam tokoh-tokohnya seperti Diva, sosok yang menyamar sebagai Supernova di dunia maya;
Percintaan yang salah antara Ferre dan Rana, untuk kemudian Ruben dan Dhimas, sepasang gay yang bertekad membuat karya untuk merayakan  hubungan cinta mereka yang kesepuluh tahun.
Novel ini dibuat trilogi. Dan dua novel selanjutnya dibuat detil dan tidak lagi dinamis. Untuk itulah kenapa saya lebih suka novelnya yang pertama dan menilainya sebagai satu novel utuh tanpa embel-embel kelanjutan.

6. Hubbu - Mashuri

'Sekonsep' dengan Ular Keempat, namun Hubbu adalah novel kekinian dengan latar belakang pesantren. Hubbu menjadi novel humanisme tanpa kecenderungan menceramahi atau plot klise. Ketika tokoh didetilkan memunyai karakteristik manusia yang bisa tergoda, nakal, dan di satu sisi begitu kuat menjaga keimanannya. Boleh dibilang Hubbu adalah novel yang saya rekomendasikan untuk pecinta novel sekelas Ayat-Ayat Cinta. Meski barangkali sebagian dari mereka kurang menyukainya karena penggambaran yang 'detil', paling tidak Hubbu menjadi gambaran paling kongkrit salah satu sosok manusia/lelaki dalam ruang lingkup budaya keislaman.
Hubbu, (cinta dari bahasa Arab), merupakan novel pemenang pertama sayembara novel (lomba menulis roman) DKJ 2006. Menceritakan tentang perjalanan Jarot, mulai dari masa kecilnya di tanah kelahiran yang mewarisi sebuah pesantren yang didirikan keluarganya, pergulatan pribadi menuju masa dewasa, dan bagian terakhir yang merupakan bayangan masa depan, atau lompatan waktu pada tahun 2040. Ketika Jarot dihadapkan pada kenyataan manusiawi yang biasa kita alami: fase kematian keluarga terdekat.
Hubbu menjadi salah satu novel yang paling saya ingat dan membuat saya terharu. Jangan lupakan nuansa maskulinitas dan kesan 'tidak munafik' dalam novel ini. Meski demikian, untuk pemenang sayembara novel pada tahun itu, lumayan banyak kritik minor pada karya Hubbu. Juri seakan memilih novel yang notabene ditulis lelaki ini untuk kembali membuat sastra ke 'tempatnya' (ke tangan penulis lelaki). Ini terjadi setelah pemenang diraih dua kali berturut-turut oleh penulis bergender perempuan. Tapi, asumsi ini goyah lantaran juri menilai karya tanpa embel-embel unsur ekstrinsik (identitas penulis). Jadi sudah pasti mengandung obyektifitas murni tanpa menilai gender.
5. Sebuah Pertanyaan untuk Cinta - 
Seno Gumira Ajidarma


Buku ini dibaca ketika saya SMP. Merupakan karya dari penulis produktif yang karyanya selalu berkualitas: Seno Gumira Ajidarma. Dalam antologi cerpennya yang kesekian ini, saya mendadak menjadi dewasa dari usia sebenarnya manakal menyeknyamai kisah cinta orang dewasa dari bermacam-macam tokoh dan seting.
Sebutlah ceren 'Sebuah Pertanyaan untuk Cinta' dengan latar sederhana ketika seorang perempuan menelepon pacarnya di telepon umum hanya untuk meminta kesungguhan sang pacar. Cerpen ini dibuka dinamis ala cerpen kebanyakan yang tentu klise: Pada sebuah telepon umum, seorang wanita berbicara dengan gelisah. "Katakan sekali lagi, kamu cinta padaku."
Cerpen emosional ini membuat saya merinding. Belum lagi dengan ketigabelas cerpen yang lain. Dan jangan lupakan cerpen 'Empat Adegan Ranjang' yang HOT dan mampu membikin saya orgasme saat membacanya (waktu itu). Selain itu, kisah cinta tentu tidak hanya hubungan antar dua orang tapi juga dengan hal abstrak, alam atau kemistisan. Simak kumpulan cerpen yang mungkin masih dicetak ini.

4. Ruang Belakang - Nenden Lilis Aisyah

Antologi cerpen ini saya pilih bukan karena penulisnya adalah dosen saya semasa kuliah, melainkan karena
karyanya memang orisinil dan berciri khas. Ibu Nenden Lilis Aisyah adalah satu-satunya dosen yang saya favoritkan di kampus saya. Awal pertama mengenal, saya tidak tahu dia adalah seorang penulis. Yang saya tahu, beliau adalah dosen sebagaimana halnya yang lain.Makanya, saya antusias dan kelihatan 'menunjukkan diri' di hadapannya untuk belajar. Dan, beliau selalu merespons mahasiswanya yang memang terlihat antusias. Alhasil, cerpen pertama saya dimuat di harian Pikiran Rakyat tepat ketika saya baru masuk tingkat dua.
Bu Nenden sudah beberapa kali menerbitkan buku dan projek album musikalisasi puisinya, Negeri Sihir. Namun, saya selalu terkesan dan membaca ulang cerpen-cerpennya dalam Ruang Belakang. Cerpennya yang menjadi judul buku itu juga menjadi salah satu cerpen terbaik Kompas pada 2003 (luruskan kalau saya salah). 
Yang  jelas, buku ini saya rekomendasikan khusus untuk pembaca blog ini yang masih berstatus pelajar. Sebab, gaya bercerita dalam buku ini mirip ketika seorang ibu membacakan cerita pada anaknya. Cerpen rekomendasi dari saya adalah 'Hati' yang bertema surealis dan menyentuh. Jangan lupa cerpen-cerpen seperti 'Dadu' dan 'Wabah', yang memaparkan keabsurdan dalam realitas. Nikmatilah ketiga belas cerpen yang menghibur sekaligus memuaskan batin ini.
3. Bumi manusia - Pramoedya Ananta Toer
Seseorang, tolong jangan memfilmkan  novel mahakarya ini kalau nantinya akan menjadi karya mengecewakan. Sebab perlu dana besar-besaran untuk membuat film super epic ini -dan tentu dukungan pemerintah *ngarep. Yang jelas, novel yang sudah dialihbahasakan ke dalam berbagai bahasa di dunia ini sempat akan difilmkan Hollywood, sayang Pram (alm) menolak dan lebih memilih sineas Indonesia seperti Garin untuk membuatnya. Sayang (lagi),  Garin merasa tidak sanggup membuat projek ini dan membuat Mira Lesmana dan Riri Riza mengambil projek ini. Yah, semoga di tangan mereka, film adaptasi novel itu akan terasa mahal dan bagus.
Bumi Manusia adalah buku pertama dari tetralogi yaitu Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca). Pertama kali membaca buku ini saat saya SD di perpustakaan sekolah. Membacanya membikin saya frustasi dan berniat makan tembok lantaran konten yang berat. Namun, karena novel ini pulalah saya jatuh cinta dengan kesusastraan Tanah Air. Dan kemudian beranjak dewasa, ternyata novel ini diapresiasi semua kalangan terutama akademisi di disiplin ilmu sastra.
Bumi Manusia sendiri menceritakan tokoh, Minke, seorang primudi yang bersekolah di sekolah anak-anak keturunan Eropa. Dia menjadi seorang yang pandai sampai tulisannya dimuat di surat kabar dan mendapat pujian orang Eropa. Karena pribumi, dia kerap mendapatkan tindakan rasis dan intimidasi di lingkungannya.
Kemudian kita juga diajak mengenal tokoh Nyai Ontosoroh, perempuan yang menjadi korban dalam budaya patriarki pada masa itu. 
Karena saat itu, karya seni bisa dinilai sebagai ideologi yang dianggap menyesatkan masyarakat, novel ini pernah dilarang edar. Sampai akhirnya sukses dan dicetak ulang berkali-kali sampai sekarang. Akhirnya, novel ini saya rekomendasikan untuk pembaca baru yang ingin menikmati kisah dengan alur konvensional dengan latar Indonesia di masa kolonial. 
2. Dadaisme - Dewi Sartika
Kalau saya ditanya, novel apakah yang wajib dijadikan film? Dadaisme-lah novelnya. Judul yang aneh memang. Penulisnya sengaja memakai aliran seni lukis untuk menunjukkan isi dari konten novelnya yang sangat modern, dinamis, layaknya film pendek atau potongan fragmen yang bisa berdiri sendiri.
Dadaisme mengangkat banyak isu seperti anak indigo, oedipus compleks,  perselingkuhan, patriarki, seksualitas, adat istiadat, homoseksual, dan gangguan kejiwaan. Tokoh-tokoh yang tergambar sebagian banyak dengan bab berkonsep sendiri-sendiri membuat pembaca bingung. Namun temukan kepuasan di dalamnya karena membaca novel ini sama dengan bermain puzzle. Ketidakkonsistenan kata ganti, sudut pandang, pengambilan latar, sengaja dibuat penulis untuk memberikan efek dinamis dan juga menjadi karya pembeda di antara karya lain.
Novel ini menjadi pemenang sayembara novel DKJ tahun 2003. Dan tebak, penulisnya adalah senior saya! Yap, saya pernah bertemu dengannya dan sekadar memintanya email. Dia pun memberikannya dengan senang hati. Meski tidak mengadakan hubungan pertemanan lebih dekat karena saat itu dia sibuk mengerjakan skripsi, namun saya salut dengan karyanya ini. Dia juga mengaku tulisannya terinspirasi Ayu Utami. Tidak heran konsepnya mirip dengan Saman, meski Dadaisme jauh lebih teratur, rapi, dan 'dimengerti'.
Saya menyukai novel ini karena nuansa suram sangat terasa begitu pekat. Nikmati Dadaisme seperti halnya kalian melihat lukisan abstrak. Selalu ada sesuatu dalam seni. Dan ini mengasyikan.
1. Saman - Ayu Utami
 Oh, yeah. Akhirnya kita orgasme bareng-bareng, kawan. Tapi kalian tentu sudah menduga buku apa yang berada di posisi ini. Saman, merupakan pemenang sayembara novel DKJ tahun 1998.Silakan simak tulisan saya soal penulisnya di sini. Yang jelas Saman menjadi pionir novel-novel dengan konsep modern dan membahas hal yang selama ini dianggap tabu: seksualitas. Meski kemunculan novel ini menjadi polemik di ranah susastra dan media cetak, namun Saman memang maha karya yang berisi kritikan terhadap orde baru, adat istiadat, dan tentunya posisi perempuan dalam budaya kita.
Saman menjadi istimewa karena saat itu novel dengan kata ganti 'saya' terbilang jarang. Belum lagi dengan bahasa lugas dan sedemikian frontal. Bagusnya di sisi lain, Saman memunyai kata-kata yang sangat berkilau alias puitis, sampai saya terkagum-kagum atas deskripsi tersebut. Nuansa pemberontakan pun tercium kuat di sini. 'Kemarahan' penulis berhasil diluapkan dalam kritik melalui karya sastra demi sebuah perubahan ke arah yang lebih baik. Sayang, novel ini kemudian dianggap sebagai pionir karya-karya bertema 'selangkangan'. (Silakan baca artikel Karya Dakwah Versus Karya HumanisAh, apapun. Yang jelas pantaslah Saman mendapatkan apresiasi terbaik bagi pecinta karya sastra bahkan orang Indonesia yang melek seni.
 
Dari:
 http://wanasedaju.blogspot.com/2011/12/sepuluh-karya-sastra-indonesia-terbaik.html