Bahasa
Indonesia berasal dara bahasa melayu sejak dahulu sudah dipakai sebagai
bahasa pranata, bakan saja di kepulauan Nusantara melainkan juga hamper
diseluruh Asia Tenggara. Ada empat factor bahasa melayu diangkat
menjadi bahasa Indonesia.
1. Bahasa melayu sudah merupakan lingua franca di Indonesia, bahasa perhubungan dan bahasa perdagangan.
2. System bahasa melayu sederhana, mudah dipelajari karena dalam bahasa ini tidak dikenal tingkatan bahasa.
3. Suku – suku di Indonesia dengan sukarela menerima bahasa melayu menjadi bahasa Indonesia.
4. Bahasa melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai bahasa kebudayaan dalam arti luas.
Airport
|
Bandar udara
|
Break even
|
Impas
|
Briefing
|
Taklimat
|
Catering
|
Jasa boga
|
Department store
|
Toko serba ada
|
Edit
|
Sunting
|
Elegant
|
Anggun
|
established
|
Mapan
|
Guide
|
Pemandu
|
Image
|
Citra
|
Rank
|
Peringkat
|
Ranking
|
Pemeringkat
|
Random
|
Acak
|
Kata
– kata itu sudah sering dipakai dalam berbagai keperluan. Sebenarnya,
tidak ada larangan kita menggunakan bahasa daerah atau bahasa asing.
Tetapi yang perlu diingat ialah konsistensi dalam berbahasa. Kalau kita
berbahasa daerah berbahasalah dengan baik dan benar; kalau kita
berbahasa asing, berbahasalah dengan baik dan benar. Jangan dicampur
seperti sayur. Artinya, jangan sebagian bahasa daerah dan
sebagian lagi bahasa Indonesia atau bahasa asing. Kebiasaan alih kode
bahkan campur kode sedapat – dapatnya dihindari. Misalnya: Kalau you
mau, ambil saja.
Memelihara,
membina, mengembangkan dan menghargai bahasa Indonesia merupakan
cerminan sikap positif terhadap bahasa Indonesia sangat disayangkan bila
sebagaian di antara kita kesadaran dalam menggunakan bahasa Indonesia
secara konsisten sudah mulai menurun. Hal ini sangat dikhawatirkan
karena seperti yang sudah dikemukakan pada bagian sebelumnya bahwa hanya
bahasa Indonesia yang mampu mempersatukan bangsa ini. Kita ke manapun
di nusantara ini kita dapat berkomunikasi dengan bahasa Indonesia
walaupun bahasa Indonesia patah – patah, tetapi semangat kebersamaan
dan kesatuan dalam menggunakan bahasa Indonesia ini masih tetap tinggi.
Jika bahasa Indonesia telah lenyap dari muka bumi ini, pertanyaan kita
adalah apakah kita masih bersatu dalam arti bersatu dalam kekeluargaan
sebagai satu bangsa satu tanah air? Kalau di antara kita sudah tidak
saling memahami bahasa, agaknya persaudaraan kita akan semakin jauh
pula. Tampaknya dengan mudah kita berkotak – kotak.
Sikap
ini kadang – kadang kurang bijak dalam menggunakan bahasa yang kita
cintai ini. Tidak jarang kita menjumpai papan nama atau petunjuk –
petunjuk dengan menggunakan bahasa asing. Sungguh menyedihkan.
Pertanyaan kita adalah, untuk siapakah kata exit itu? Siapakah yang berbelanja di mal itu. Bila kita memperhatikan orang – orang yang berbelanja umumnya adalah penutur asli bahasa Indonesia atau bahasa daerah. Lalu, untuk apa kita menggunakan bahasa inggris? Bukankah itu merupakan wujud tak peduli dengan bahasanya, bahasa Indonesia yang kita cintai dan kita banggakan ini? Lebih bijaksana kalau kita menuliskan lebih dahulu bahasa indonesianya, lalu padanannya dalam bahsa asing dituliskan di bagian bawah
Lebih lanjut kita perhatikan papan – papan nama yang terpancang di mana – mana toko atau usaha, seperti: Cardoba Hotel, Mall Of Indonesia. Mengapa bukan Hotel Cardoba atau Mall Indonesia?
Kita asing di negeri sendiri. Lalu untuk siapa alat komunikasi asing
itu disampaikan? Untuk orang asing? Perlu diketahui orang asing itu
tidak serta – merta tahu berbahasa inggris. Dan juga mereka ke
Indonesia, setidak – tidaknya bahasa Indonesia percakapan ala kadarnya
sudah dipelajari. Mereka berjalan bersama kamus kecilnya, kamus
Indonesia-Inggris, Inggris-Indonesia. Tak perlu kita menyiapkan mereka
dengan bahasa inggris. Janganlah kita bersusah – susah. Begitu pula jika
anda ke negeri mereka, bukan mereka yang bersusah – susah untuk anda.
Karena anda harus mempelajari bahasa mereka.
Kadang
– kadang dalam hal kita berbahasa Indonesia sangat ironis. Kita
berbahasa Indonesia asal jadi. Yang penting bias dipahami atau
dimengerti. Salah atau benar, baik atau benar tidak jadi masalah. Akan
tetapi, bila kita berbahasa asing benar – benar kita merasa malunkalau
kita salah. Itu sebabnya, banyak di antara kita enggan berbahasa asing
karena takut salah. Begitu pula kita menuliskan kata – kata bahas asing
sangt teliti. Begitu ironis…
Sadar
atau tidak, tahu atau tidak, dalam berbahasa Indonesia walaupun rancu
kita tenang – tenang saja. Lebih ironis lagi ketika bertemu dengan acara
pembinaan bahasa Indonesia di televisi atau surat kabar, kita langsung
meniggalkan atau menggantinya dengan siaran lain. Untuk diketahui saja
bahwa pembinaan bahasa Indonesia yang disajikan atau ditayangkan di
media massa bukanlah ditujukan kepada guru bahasa Indonesia, ahli bahasa
Indonesia, melainkan untuk masyarakat umum pengguna bahasa Indonesia.
Dengan penyelenggaraan acara pembinaan bahasa Indonesia itu diharapkan
dapat meminimalisasi kesalahan – kesalahan berbahasa Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar